Langsung ke konten utama

Resensi Novel Sisi Sisi yang Menghidupkan


SISI SISI YANG MENGHIDUPKAN


Judul            : Sisi-Sisi yang Menghidupkan
Penulis         : Gallang Riang Gempita
Penerbit       : Framepublishing, Yogyakarta
Tahun Terbit : Maret 2014
Tebal Buku   : xxiii + 264 halaman

Novel ini mengisahkan tentang tokoh bernama Hawa Wulan Cahyani, seseorang yang menyukai sesuatu yang berbau otak kanan. Berbeda dengan saudara kembarnya yang menyukai sesuatu berotak kiri, Adam Raditya kembaran Hawa.
Kisah unik mengemas pengembaraan kisah tokoh-tokoh yang ada didalamnya, seperti halnya kembaran Hawa yang di gambarkan antara ada dan tiada. Begitupun kisah cinta yang selalu hadir sebagai bagian penyedap dalam setiap cerita. Dalam Sisi-Sisi yang Menghidupkan ini tersaji secara unik pula kisah cinta antara Hawa, Natha, dan Khessar. Cinta Natha pada Hawa terhalang oleh kasta, begitupun cinta Khessar kepada Hawa yang terhalang oleh persahabatan. Namun pada akhirnya Khessar mengalah demi persahabatannya. Kalau kita berfikir dengan mengalahnya Khessar, maka cerita ini akan berakhir pada kisah cinta Hawa dan Natha, kita salah. Karena diluar dugaan, penulis justru memunculkan sosok Rama ditengah kehidupan mereka berdua yang mendedahkan peliknya perjalanan batin Hawa dan secara pelan melemparkan pembaca kedalamnya. Keruang labirin dimana akan dijumpai pertalian batin yang kuat antara Hawa dengan Adam. Karena baik Khessar maupun Rama adalah pecahan pecahan kepribadian dari Adam.
Akankah Hawa memilih antara Khessar dan Rama yang lebih identik dengan Adam?, ataukah justru malah Hawa memilih Natha. Karena kehadiran ketiga laki-laki inilah yang menjadi sisi-sisi yang menghidupkan bagi Hawa Wulan Cahyani.
Novel ini mempunyai kelebihan dari segi bahasa, karena penulis menggunakan bahasa bahasa keseharian. Namun, struktur bahasa yang dibuat oleh penulis mampu meletakkan pembaca pada kebebasan mencari makna dan perenungannya sendiri. Cerita cinta yang disuguhkannya pun bersifat platonik (spiritual) sehingga pembaca tidak terjebak dalam impresi sex dan nafsu semata. Penyajian alurnya bersifat destruktif sehingga pembaca akan tertantang untuk menemukan keutuhan cerita.
Namun, kadang konsumen dipasar terjebak judul yang dibuat oleh penulisnya dengan kalimat yang terkesan sederhana, yang kurang mampu mengambil kesan bagi orang yang melihatnya secara sepintas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Novel Kedai Bunga Kopi

Resensi Kedai Bunga Kopi Judul Buku           : Kedai Bunga Kopi Penulis Buku        : Reni Fajarwati (Rere) Penerbit Buku       : Araska Publisher Cetakan                 : Pertama, April 2017 Tebal Buku            : 3×19,5 cm, 240 Halaman ISBN                      : 978 602 300 376 1 Novel Kedai Bunga Kopi menceritakan gadis yang bernama Melati. Seseorang yang merupakan penggila semua hal yang berbau kopi, apalagi jika itu menyangkut kopi Arabica. Kisah mengenai mimpi mimpi besar Melati tersaji secara unik di dalamnya. Bagaimana kehidupan Melati yang awalnya hanya menjadi buruh pemetik kopi membantu ayahnya, hingga menjadi seseorang yang sukses berkat ketekukan dan kerja kerasnya. Mengenalkan kopi Arabica yang tumbuh di tengah perkebunan kopi Robusta di kaki Gunung Tanggamus. Dengan tekad yang tidak pernah surut, ia memasarkan kopi Arabica yang ditanamnya sendiri, dipetiknya sendiri, disangrai, dan digiling sendiri sampai kopi itu menembus Jakarta bahkan

Sepotong Cerita

Entah angin apa yang membawaku mengikuti seleksi SNMPTN pada waktu itu, mungkin aku terbawa suasana teman temanku yang berminat mendaftar SNMPTN hingga aku tergiur untuk coba coba mendaftar. Sebelum mendaftar, aku izin lebih dulu pada kedua orangtuaku. Pada awalnya mereka tidak memperbolehkan aku kuliah di luar kota, dengan alasan jauh dari orangtua, aku memakluminya karena aku memang anak perempuan satu satunya dari dua bersaudara. Bukan hanya jauh, masalah biaya yang akan dikeluarkan cukup besar bila kuliah di luar kota turut menjadi pertimbangan mereka. Tetapi dengan sedikit bujuk rayuan akhirnya mereka setuju aku kuliah di luar kota dengan syarat, kuliah di Semarang saja yang tidak terlalu jauh. Aku tinggal di kudus, sekitar 2 sampai 3 jam untuk perjalanan Semarang Kudus ataupun sebaliknya. Di samping itu, aku juga mengikuti seleksi Bidikmisi untuk membantu orang tua meringankan beban biaya kuliah. Pada waktu mengikuti seleksi, aku awalnya bingung memilih program pendidikan